KATA
PENGANTAR
Alhamdulah, puji dan syukur
kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang maharahman dan maharahim kepada
seluruh hamba-Nya.Dan juga telah memberi kita sehat badan, dan sehat pikiran, sehingga
pemakalah sanggup menyelesaikan tugasnya yang berhubungan dengan ilmu hukum-1.
Selawat beserta Salam selalu
kita sanjung sajikan kepada Baginda Muhammad Saw, yang telah membawa umat
manusia dari limbah kehinaan kedaratan yang mulia, dari jaman kebodohan ke
jaman yang penuh dengan ilmu pengatahuan, seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Penghormatan saya yang
terutama sekali kepada Bapak Hasnul Arifin selaku dosen pembimbing kita
bersama, semoga beliau selalu dalam rahmat dan lindungan-Nya, amin. Dan juga
kepada kawan-kawan seperjuangan yang sangat kami cintai.
Pada hari yang berbahagia
ini, saya selaku pemakalah terinspirasi untuk mengambil tema yaitu Korupsi
sebagai bahan makalah saya. Korupsi, kata-kata yang tidak asing lagi ditelinga
kita, yang sekarang lagi marak tejadi dan merajalela dinegara kita ini mulai
dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah bahkan perangkat desa sekalipun
mungkin sudah pernah bermain didalamnya dan hal ini seakan-akan bukan hal yang
tabu untuk kita perbincangkan, karena kenapa? Karena hampir setiap hari kita
lihat di telivisi, dimedia massa, masalah ini tidak ada habisnya, mulai dari
tempat serius sampai kemeja makan sekalipun, sampai-sampai terbenak dihati
kita, apakah tidak ada hukum yang mengatur para tikus-tikus kantor yang
sekarang sudah merajalela di negeri kita ini khususnya di Aceh
Sebenarnya lembaga-lembaga
dan mekanisme yang mengurus tentang korupsi banyak sekali dinegeri kita ini,
dan lembaga ini sudah dibentuk sejak tahun 1957 bahkan sekarang pemerintah
pusat telah membentuk suatu lembaga khusus, yaitu pengadilan TIPIKOR (Tindak
pidana Korupsi), tapi kenapa juga korupsi masih merajalela, kalau
kita lihat dari upaya pemerintah dalam
memberantas dan menanggulangi korupsi, kayaknya tikuspun
tidak bisa lewat. Tapi buktinya, jangankan tikus gajahpun mampu menyusup dan
mengondol uang Negara, mungkin penerapannya belum maksimal ataupun hukum ini dibuat untuk
dilanggar dan hukum ini bagaikan sebilah pisau, keatasnya tumpul tapi
kebawahnya tajam.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan harapan penulis semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi teman-teman sekalian. Amin.
Penulis
Banda
Aceh 15-Desember-2011
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR
ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1
A.Latar Belakang................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................. 3
A. Pengertian
Korupsi........................................................................ 3
B. Akar Korupsi.................................................................................. 4
C. Korupsi Dalam Perpektif Hukum Islam......................................... 7
D. Kebijakan Negara Untuk Memberantas Korupsi............................ 8
E. Anatomi Korusi Di Indonesia........................................................ 10
F. Perenungan Penegak Hukum.......................................................... 15
BAB III
PENUTUP........................................................................ 17
A.Kesimpulan..................................................................................... 17
B. Kritik Saran.................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masyarakat sudahterlanjur akrab dengan berbagai
istilah yang termasuk dalam kategori korupsi. Mulai dari remaja, pemuda sampai
kepada kakek-kakek sekalipun sudah mengenal istilah sogok, uang kopi, salam
tempel, uang semir, uang pelicin, dan istilah lainnya, sampai-sampai terbenak
dihati kita, mengapa sih korupsi ini selalu ada di Negara kita ini, dan
bagaimana sih pengaruh korupsi terhadap masyarakat?
Pemimpin silih berganti, tapi korupsi tidak bisa
dihindiri. korupsi bisa dihilangkan di negeri kita ini asalkan pemerintah
sepenuhnya turun tangan dalam masalah korupsi,
seperti pendaftaran kekayaan pejabat misalnya, dan tidak pandag bulu,
urusan kakak ipar yang melakukan korupsi, bebas tanpa syarat, tapi urusan
rakyat kecil di injak-injak dipengadilan, subhanallah. Wahai pemimpin-pemimpin
yang lagi santai dikursi jabatan mu, ingatlah lah dirimu sebelum mendapatkan
kursi kekuasaanmu, itu semua adalah kepunyaan rakyat, dengarlah rintihan rakyat
mu, yang sekarang lagi sengsara karena ulahmu, contohkanlah suri teladan dari
Rasulullah Saw, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu,(yaitu) bagi orang yang berharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat(Q.s al-ahzab,33-21), dan para sahabatnya-sahabatnya,
seperti Khalifah Umar bin Khattab, ada satu cerita tentang Khalifah Umar bin
Khattab, ketika beliau sedang pidato. Tiba-tiba Abu Dzar mengacungkankan jari
sambil berkata: “ Hai Umar, berhentilah
engkau berpidato, jelaskan dulu kepada kami, apa jangan-jangan kamu telah
melakukan korupsi. Sebab busana mu
ada dua, sedangkan yang kau berikan kepada kami hanya satu”. Maka umar umar
meminta anaknya Abdullah bin Umar untuk menjelaskannya:” hai Abu Dzar, ayahku postur tubuhnya besar, sehungga satu bagian saja
tidak cukup, dan yang dipakai itu sebagian milik saya yang telah saya berikan
kepadanya. Dan ketika baju itu saya
berikan kepadanya itu adalah hak saya sesungguhnya. ”Lalu abuj Dzar berkata
: “ Oh, Kalau begitu lanjutkanlah Umar,
engkau telah memberikan contoh yang baik”.
Dan ada satu lagi perbincangan antara Rasullah dengan
Sahabatnya, tentang akan datang suatu zaman yang zaman itu orang sulit untuk
mencari rezeki yang halal, kecuali berbohong, berkhianat, dan bersumpah palsu.
Tanya Sahabat kepada Rsulullah, “ Kalau
datang zaman seperti itu , kemana kami mencari ya Rsulullah? Jawab Rasul “kepada tuhan, Al-Quran, dan Sunnah.
Cerita diatas akan menjadi pelajaran buat kita bersama, Apakah zaman sekarang
adalah yang zaman yang mana orang sulit
untuk mencari rezeki yang halal, kecuali
berbohong, berkianat, dan bersumpah palsu? Semoga tidak ya,,.....
B.
Rumusan masalah
1.
Pengertian Korupsi
2.
Akar Korupsi
3.
Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam
4.
Kebijakan Negara Untuk Memberantas Korupsi
5.
Anatomi Korupsi
di Indonesia
6.
Perenungan Penegak Hukum
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Korupsi
Korupsi, siapa yang tidak kenal dengan istilah ini.
Korupsi berasal dari bahasa latin Corruption
yang berarti menyuap dan corrumpere
atau merusak (EHI,1997).[1]
Sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu bersilang pendapat untuk merumuskan
pengertian yang paling memadai. Seorang pejabat dikatakan korupsi apabila ia
menerima hadiah dari seseorang agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan sang pemberi hadiah. Meminta hadiah atau balas jasa karena
terlaksananya suatu tugas yang sebenarnya adalah kewajiban bagi Wertheim, juga
dapat digolongkan tindakan korupsi. Istilah korupsi kadang juga dikenakan pada
pejabat yang menggunakan uang Negara yang berada dibawah pengawasannya untuk
kepentingan pribadi.
Korupsi sebagai tingkah laku pejabat yang menyimpang
dari norma yang telah diterima oleh masyarakat, dengan maksud untuk mencapai
tujuan pribadi. Bentuk lainnya adalah balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat, dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar asas
pemisahan keuangan pribadi dengan
keuangan milik masyarakat.
Ditegaskan pula bahwa korupsi sangat terkait dengan
berbagai kejahatan ekonomi, kejahatn terorganisasi, dan penyucian uang haram,
seperti kasus hilangnya deposit Aceh Utara dan Kasus Alkes RSUD Aceh Tamiang (Harian Serambi
Indonesia,16/12/2011).[2]
B.
Akar Korupsi
Kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar
suatu aturan hukum tetentu, merugikan diri sendiri, orang lain, masyarakat,
bangsa, bahkan Negara. Kejahatan diatur oleh Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
dan undang-undang lainnya yang mengandung sanksi Pidana. Jika pelakunya bukan
manusia, maka tidak termasuk dalam kategori kejahatan walaupun menimbulkan
kerugian. Misalnya bencana alam (disaster) dan kecelakaan (accident) jika
disebabkan olen binatang dan teknologi. Perang termasuk kejadian yang merugikan
dan pengaturannya berada dalam ranah hukum perang.
Jadi, korupsi juga jelas termasuk kejahatan. Pelakunya
adalah penyelenggara Negara dan atau pegawaai negeri. Intinya, perbuatan yang
melawanhukum atau menyalahgunakan kewenangan public yang merugikan Negara atau masyarakat.
Dibeberapa Negara ketentuan korupsi bisa dikenakan juga kepada perseorangn atau
swasta (private).
Perbuatan korupsi ini haruslah memenuhi empat unsur.
Empat unsur itu adalah (1) niat melakukan korupsi (desire to act), (2) kemampuan untuk berbuat korupsi (ability to act), (3)peluangatau
kesempatan untuk melakukan korupsi (opportunityto
do corruption), dan (4) target atau adanya sasaran yang bisa dikorupsi (suitable target). Untuk membongkar
korupsi sampai ke akar-akarnya, maka langkah utama yang harus dilakukan adalah
mengenal keempat unsur korupsi ini.[3]
Faktor niat. Unsur ini berada
di dalam diri seseorang, dibentuk dalam waktu yang panjang dimulai sejak kecil.
Ini sangat berkaitan dengan tiga macam teori tentang mengapa seseorang menjadi
penjahat. Pertama, penjahat itu
dilahirkan (the born criminal). Ini
disebut juga teori bakat, yaitu seseorang sudah sejak lahir memiliki bakat ini.
Kedua, penjahat yang terbentuk oleh
lingkungan. Anak yang lahir dari lingkungan baik-baik akan jahat bila berada dalam
linkungan penjahat. Itulah sebabnya dibeberapa Negara maju, penjahat pemula
idak dimasukkan kedalam penjara agar tidak bertambah jahat. W. Clement Stone
berkata, kita adalah produk dari lingkungan kita. Maka pilihlah lingkungan yang
terbaik bagi pengembangan kita menuju tujuan-tujuan kita. Analisalah hidup kita
melalui lingkungan kita. Apakah hal-hal yang disekitar kita membantu kitamenuju
sukses atau malah menahan kita?.
Kemampuan Berbuat. Faktor ini dalam kenyataannya dapat disubstitusikan
melalui penggunaan orang lain yang memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
berbuat jahat. Misalkan dengan jalan “disewa”, “dipaksa” atau “dijanjikan”
sesuatu yang menarik apabila bersangkutan mau melakukan pekerjaan itu dengan
menggunakan keahlian, kemampuan, atau kewenangan yang dimilikinya. Penyidik
biasanyanya menggunakan pasal 55 atau 56 KUHP (turut serta melakukan) untuk
menjerat orang-orang yang terlibat dalam korupsi seperti ini.
Peluang atau Kesempatan. Ini dimiliki oleh orang yang memiliki kewenangan pada
setiap jenjang kekuasaan. Peluang akan menjadi makin besar apabila:
1.
Ketentuan yang berlaku sangat longgar dalam arti dapat
memberi peluang melakukan korupsi.
2.
Diwakili oleh pejabat yang koruptif.
3.
Ada sesuatu yang koruptif
4.
Orang-orang yang berhungan dengan kekuasaan bisa
menerima koruptif sebagai prasyarat untuk berhubungan dengan kiekuasaan
tersebut (dalam arti tidak mempersoalkan atau malah mendorong terjadinya
kondisi demikian).
5.
Rendahnya kualitas pengawasan internal maupun
eksternal (social control).
Kelima poin ini harus kitra perbaiki untuk meniadakan
aspek peluang, melalui pengaturan, pengawasan dan seleksi pejabat yang termasuk
kategori “ikan busuk”. Ditambah dengan upaya penertiban yang berlanjut dan
konsisten dari pemimpin dan aparat pengawasan internal serta pengawasan eksternal
(social control)Integritas, akuntibilitas dan transparansi, serta tindakan yang
tegas apabila dijumpai pelanggaran aturan merupakan kata kunci pencegahan
peluang agar tidak dimanfaatkan pejabat publik. [4]
Target yang Cocok. Unsur ini tidak dapat disubstitusikan, tapi dapat
diciptakan oleh sipemilik kewenangan atau kekuasaan. Unsur ini dapat dilakukan
sendiri atau bersama-sama denagn orang lain. Misalnya, kewenangan menentukan
anggaran pendapatan dan belanja. Didalam menentukan progam dan besaran anggaran
terjadi negosiasi yang lebih dikenal dengan istilah lobby, antara pembela dan
penyidik untuk penentuan pasal yan dilanggar pelaku, pembela dengan penentut
untuk menentukan dakwaan, antara pengacara dan hakimuntuk menentukan putusan,
antara panitia tender dan peserta tender suatu proyek yang ditenderkan, antara
bawahan dan atasan agar mendapatkanb promosi, dan sebagainya.
Sebelum beraksi, sipenjahat menghitung apakah seimbang
antara biaya yang dikeluarkan dengan penghasilan yang akan diperolehnya.
Apabila biaya lebih besar dari penghasilan yang akan diperolehnya, maka mereka
mengurungkan niatnya. Tapi sebaliknya, jika keuntungan dapat direkuk, mereka
akan mengambilnya. Begitu pula dengan korupsi, apabila hasil korupsi lebih besar
dari biayanya, maka akan dilakukan, dan jika hasil korupsi lebih kecil dari
dari biaya korupsi, maka akan diurungkan.[5]
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dibedakan dalam
dua kategori, yaitu:
1.
Yaitu jangka panjang dan. Artinya, sasaran korupsi itu
bisa diciptakan dalam kurun lama yang bersifat endemik (jangka panjang dan
selalu berulang).
2.
Yaitu secara sewaktu-waktu dimana melihat peluang lalu
dimanfaatkan untuk korupsi.
Selama ini, KKN banyak yang terbongkar adalah yang
sewaktu-waktu. Alat bukti yang mampu dikumpulkan untuk KKN sewaktu-waktu adalah
berupa suap-menyuap dan kadang-kadang pemerasan jabatan. Tidak menutup
kemungkinan korupsi dilakukan karena terpaksa, dalam arti dibawah pengaruh atau
pengaruh tekanan orang lain-biasanya pejabat atasan, ataupun pihak ketiga yang
“berjasa” dalam jabatannyasehingga mau
tidak mau dia harus melakukan korupsi atauy balas jasa sesuai “kesepakatan”
sebelumnya.
Dimasa lalu, korupsi sebagai kebiasaan yang secara umum di lakukan yang apabila ketahuan secara
manajerial dianggap mismanagement,
pelanggaran disiplin, atau pelanggaran kode etik. Hukumnya adalah sanksi
admistrasi, disiplin, atau sanksi kode etik. Hal inilah yang menyebabkan
korupsi merajalela dinegeri kita ini, orang sudah tak bisa membedakan mana yang
benar dan mana yang salah. Pejabat jujur tidak bisa hidup layak di Negara yang
seperti ini.
C.
Korupsi Dalam Perspektif
Hukum Islam
“Barang siapa yang kami angkat menjadi pejabat dengan
tugas tertentu, dan telah kami beri upah sebagaimana mestinya, maka apa yang dia
ambil diluar dari apa yang telah diberikan maka itu namanya pengkhianatan
(korupsi)”. ( HR Abu Daud)[6]
Bahasa hukum islam tentang korupsi bisa ditelusuri
lewat istilah risywah (suap), saraqah (pencurian), al qasysy (penipuan) dan khianat (pengkianatan). Bahasa moral dan
kemanusiaan yang sarat dengan etika dan perilaku hukum itu secara jelas
terkandung dalam sumber ajaran islam, Al-Quran dan Al-Sunnah. Keduaanya
merupakan sumber hukum tertinggi dan disepakati oleh seluruh umat islam,
karenanya memiliki kekuatan moral dan hukum sekaligus, secara formil atau
matreiil, serta diterima oleh dengan kesadaran sebagai keimanan.[7]
Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan
criminal (jinayah atau jarimah). Asas legalitas hukum islam
tentang korupsi sangat jelas dan tegas. Sebagai suatu delik pencurian, pelaku
korupsi harus dihukum. Lebih jauh makna “potong tangan” dalam ayat yang
menjatuhkan sanksi bagi pencuri lebih menunjukkan esensi perbuatan korupsi itu
sendiri. Melalui korupsi pelaku memotong kesempatan orang lain dengan cara yang tidak sah dan
melawan hukum.
Dalam teori hukum pidana islam kedudukan tindakan suap
bersifat mutlak haram. seperti yang ditegaskan dalam Al-Quran (Al-baqarah
2:188) “dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengatahuinya”.
Tegasnya, hukum islam memposisikan tindakan korupsi
sebagai bentuk kegiatan kriminal dalam segala bentuknya. Dan orang yang
melakukan korupsi (koruptor) adalah
musuh umat islam.
D.
Kebijakan Negara Untuk
Memberantas Korupsi
Melihat prestasi korupsi di Indonesia sangat
memprihatinkan memang, dan kelengkapan perangkat perundang-undangan di Indonesia
untuk menjerat praktik korupsi sebenarnya juga tidak perlu diragukan lagi.Dan usaha-usaha
pemerintah Indonesia dalam memberantas dan menanggulangi korupsi sudah dimulai
sejak tahun 1957 dengan dibentuknya penguasa militer No.Prt/PM/06/1957,yang
dikenal dengan peraturan tentang pemberantasan korupsi.Demikian pula lembaga
dan mekanisme pengawasan yang ada tidak tanggung-tanggung.
Ada Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK), ada DPR yang memiliki hak bertanya, hak
inisiatis, dan hak mengawasi pemerintah, ada Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKB), Inspektorat Jendral (itjen), Inspektur Jendral Pembangunan
(Irjenbang), Inspektur Jendral Depertemen (Irjendep), ada Mekanime Pengawasan
Fungsional (Wasnal), Pengawasan Melekat (Waskat), Pengawasan Masyarakat
(Wasmas), Serta Tim pemberantas Korupsi (TPK) yang sekarang sudah diubah
menjadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sekarang sudah ada Pengadilan
khusus yang mengurus kasus korupsi yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR).[8]
Namun
sangat disayangkan, dari tahun ketahun kasus korupsi di Indonesia bukan
berkurang, namun semakin bertambah dan semakin merajalela. Seperti hasil dari
penelitian RERC (The Political and
Economic Colsuntacy) pada tahun 1997,
Indonesia adalah Negara yang masuk dalam 10 besar Negara tekorup di Asia
setelah Cina dan Korsel.[9]
Dan
pada tahun 2011, transparency.org dari beberapa Negara di dunia melakukan penelitian yang hasilnya sangat
mencoreng hati kita sebagai masyarakat Indonesia. Hasil survey membuktikan
bahwa Indonesia Negara kita ini yang kaya akan Sumber Daya Alam berada
diperingkat ke-5 negara terkorup di
dunia, dan ditingkat Asia-Pasifik Negara
kita memperoleh rangking pertama yang duanya dipegang oleh Kamboja, dan ketiga
dipegang oleh Vietnam.[10]
Bila
Transparensy intenasional memberikan nilai integritas 2,3 kepada Negara
Indonesia, disaat orang tuanya sebagai pemegang amanah memimpin Negara.
Berapakah nilai integritas Negara kita ini kelak, bila dipimpin oleh anak-anak
mereka.[11]
E.
Anatomi Korupsi di Indonesia
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam rapat
antar penegak hukum di Istana Negara , mengatakan bahwa kekuasaan di masa orde
baru berada pada satu tangan yaitu pemerintah pusat sehingga yang diisukan
korupsi terpusat pada Presiden Soeharto. Di era reformasi ini kekuasaan terbagi
tiga, yaitu di pusat, DPR dan Daerah. Karena itu, korupsi pun terbagi tiga.[12]
Gambaran
Jusuf Kalla itu sangat mencerminkan kondisi Negara Indonesia. Setelah era
reformasi, korupsi di Negara ini tenyata lebih parah. Ada istilah, jika di era
Orde Baru korupsi dilakukan dengan aneka selubung, di era reformasi, sejak
1998, tindak korupsi berubah drastic menjadi tanpa urat malu. Koruptor bergerak
terang-terangan merampok uang Negara besar-besaran. Angka kerugian Negara pun
tak terhitung hingga kini.
Kehadiran
KPK sejak2003 yang membawa banyak kasus korupsi ke pengadilan dan menyeret
pejabat dan politikus kedalam penjara ternyata tidak cukup mampu menumpas
korupsi. Kehadiran KPK sejak 2003 memang sangat mengancam para koruptor. Para
koruptor tetap bergentayangan. Berbagai cara mereka lakukan . langkah mutakhir
mereka adalah berupaya menghancurkan lembaga yang menjadi penghalang, yaitu
KPK.
Di
bagian ini penulis akan mengurai anatomi
korupsi di berbagai lini Negara ini. Dari yang paling kecil, di jalanan dan
angkutan umum, sampai ke pusat pusaran uang Negara, dan bahkan para penegak
hukum.
1.
Tergiur Pusaran Uang Negara.
Anatomi Korupsi pada Pemasukan dan Pengeluaran Uang
Negara
Pemasukan
keuangan Negara secra garis besar dibedakan dalam dua katergori, yaitu pajak
yang ditangani Direktorat Jendral Pajak (Depertemen Keuangan) dan Depertemen
Dalam Negeri untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), selain Pemasukan Keuangan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tersebar di seluruh depertement teknis, seperti
BUMN atau BUMD, perizinan, pungutan retribusi, dan jasa pelayanan publik.[13]
Salah
satu pintu untuk mengeruk kekayaan di pemasukan keuangan Negara justru pada
aspek peraturannya. Setiap hal yang tidak diatur dalam undang-undang, maka akan
dimunculkan dalam peraturan Pemerintah. Jika dua aturan itu kosong maka ada
dalam peraturan menteri. Ini menyebabkan seolah-olah semua pihak boleh mengatur
seenaknya sendiri.
Kalau
sudah begini, biasanya pelaksanaanya tidak sesuai dengan aturan. Kendati ada
aparat pengontrol, korupsi tetap berjalan mulus. Petugas pengontrol tak
berfungsi biasanya karena tidak tahu persoalan, bahkan yang lebih buruk justru
dia ikut berkolusi dengan petugas lapangan, sementara itu, masyarakat tidak
berani melapor karena takut mendapatkan masalah yang lebih besar lagi.
Adapun
persoalan yang banyak terjadi di lapangan adalah kolusi antara petugas pemungut
dengan wajib pajak, atau pihak-pihak yang berurusan dengan petugas. Bukan
perkara gampang untuk melacak perkara ini, sebab antara kedua pihak saling tahu
sama tahu. Biasanya baru terbongkar jika ada pihak yang “dikhianati” sehingga
mau membuka mulut kepada penyidik atau publik.[14]
Kesulitan lainnya adalah aturan kerahasiaan pajak dimana seoranag menteri
keuangan pun tidak diberi kewenangan untuk mengontrol proses pemungutan pajak.
Sudah jelas ini sangat memberi ruang unutuk korupsi.
Untuk
korupsi di sektor pelayanan publik bisa
dilihat pada aspek petugas dan masyarakat. Contoh sederhana adalah dikereta
api. Sudah bukan rahasia, bahwa banyak penumpang kereta api yang tidak membeli
karcis, tetapi memberikan uang kepada kondektur. Bahkan, jika sipenumpang
tertangkap tidak memiliki karcis, biasanya si konduktur, lokasi rawan di
lokomotif berada direstorasi, bordes, di antara dua kursi, di gang-gang didalam
gerbong. Korupsi disini, sebenarnya telah dijadikan hidden income. Dan jika di Aceh kasus yang paling banyak kita lihat
dalam masalah berlalulintas, banyak masyarakat bahkan aparat sekalipun yang
tidak mematuhi aturan lalu lintas, namun jika kedapatan mereka bukan ditilang
melainkan para oknuk-oknum tertentu meminta uang pelicin, biar cepat dan tidak
usah diproses, bahkan ada yang memeras masyrakat sekalipun, dengan cara
menakut-nakuti masyarakat yang tidak tau apa-apa.
2.
Dispiratis Yang Menjadi
Alasan.
Anatomi Korupsi Pada Lokasi Yang Terdapat Disparitas
Antara Penghasilan Dengan Peredaran Uang.
Banyak
petugas yang tergoda untuk korupsi ketika berada di wiliyah yang terdapat
perbedaan mencolok antara penghasilan dan besaran peredaran uang. Lokasi
semacam ini terdapat pada bidang pengeluaran perizinan yang memiliki omset
peredaran uang yang besar seperti bidang pertambangan, energy, dan perizinan
bahan pelaedak.
Bahkan
juga terjadi juga di wilayah penegakan hukum seperti pada penanganan
kasus-kasus korupsi, tindak pidana ekonomi, kasus-kasus penipuan, penggelapan,
dan sebagainya. Begitu juga bidang pengelolaan anggaran seperti administrasi
proyek-proyek pengadaan barang dan jasa, proyek-proyek pembangunan. Di mulai
dari proses perencanaan anggaran nya sendiri, pada pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban anggaran baik internal instansi maupun pengawasan secara
eksternal oleh BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan), BPKP (Badan Pengawas Kegiatan
Pembangunan).
Hal
ini juga terjadi pada level pejabat pada jabatan publik seperti walikota,
bupati, gubernur, menteri, anggota legeslatif bahkan sampai kepada level
presiden sekalipun. Indikasinya antara lain pada penghasilan mereka. Apabila
kita bandingkan antara gaji resminya dan kondisi kehidupan mereka sehari-hari
terlihat ketimpangan yang sangat mencolok.
3.
Ibarat Kepala Ikan busuk.
Anatomi Korupsi pada Pemilihan Pejabat Publik.
Sebentar
lagi masyarakat Aceh akan menyambut pesta demokrasi yaitu pemilukada yang sudah
diambang pintu, tapi apakah pilkada tahun ini akan lancar, dan berjalan
semestinya, kita tidak tahu pasti. Yang pasti masyarakat sampai sekarang masih
memandang pejabat publik sebagai “dewa penolong” atau “sinterklas”. Konstituen,
teman dekat maupun saudara menilai bahwa seluruh masalah termasuk masalah keuangan
dapat diselesaikan si pejabat public itu sehingga “beban” seorang pejabat
public menjadi makin berat.
Bebannya
bertambah apabila partai politik yang digunakan sebagai “kendaraan” dalam
mendapatkan jabatan mempersyaratkan “mahar”. Apakah itu dipungut didepan
ataupun secara rutin dijadikan donatur partai politik. Akiibatnya lobi-lobi
bukan lagi mencari kesepahaman dalam mengartikulasi aspirasi public, melainkan
untuk menggolkan poryek yang terhambat atau menciptakan proyek baru.
Berselebung kepentingan public, mereka merekuk uang. Itulah sebabnya pejabat
public menjadi bagian kerawanan korupsi (corruption
hazard).
Orang
jepang mengatakan ikan mulai busuk dari kepalanya. Pejabat publik adalah kepala
ikan dan organisasi yang dipimpinnya (birokrasi) adalah badannya. Jadi, dapat
kita bayangkan apabila kita (konstituen) memilih kepala ikan yang busuk, maka
organisasi pun akan cepat membusuk.
Akibatnya,
si pejbat busuk itu akan menggoroti Negara. Dana yang seharusnya digunakan
untuk mensejahterakan masyarakat diakali untuk kepentingan diri dan
kelompoknya, atau orang dapat memuluskan perbuatan korupsi.
Aplikasi
sistem membuahkan persepsi demokrasi yang salah di dalam masyarakat (konstituen)
bahwa demokrasi adalah “berjuang” (beras, baju dan uang) dan “serangan fajar”
dengan membagi-bagikan sesuatu kepada calon pemilih menjelang Hari H pemilihan.
Seperti di Aceh satu KTP, siare’ breuh (satu bambu beras).
Melihat
kejadian seperti ini, siapa yang salah? Tidak perlu mencari kambing hitam, kita
harus mengakui bahwa kita semua yang salah. Kitalah yang membiarkan perbuatan
system yang dapat memberi peluang terjadi korupsi politik sehingga memberi
peluang manusia busuk menjadi pejabta publik.
4.
Menggoroti Aset Negara.
Anatomi Korupsi pada Penggunaan Aset Negara.
Investasi aset Negara sudah dilakukan beberapa kali,
tapi datanya selalu terdapat selisih. Banyak kemungkinan yang terjadi disin. Di
antaranya, pencatatannya kurang bagus mulai dari proses pengadaan,
pemeliharaan, pengelolaan maupun penghapusannya. Boleh jadi aturan di setiap
depertement atau lembaga Negara yang tidak sama dalam mengelola aset Negara
ini.
kemungkinan
lainnya, ada yang sengaja berusaha menyembunyikan data. Artinya, potensi
korupsi sudah dimulai dari proses pengadaan termasuk pembagiaan kepemilikan atau
perizinan, pengelolaan termasuk perawatan atau pemeliharaan dan
pengahapusannya.
Jadi,
asset Negara termasuk barang yang rawan untuk dikorupsi. Adapun aset Negara itu
antara lain adalah kekayaan alam (Sumber Daya Alam), tanah Negara, fasilitas
umum, gedung-gedung perkantoran, peralatan kantor, perumahan dinas termasuk
asrama, kendaraan dinas, dan mesin-mesin kantor.
Permasalahan
yang terjadi pada setiap asset berbeda satu sama lain. Misalnya pada kekayaan
alam, potensi masalahnya mulai dari penunjukan pengusaha yang diberikan konsesi
pengolalaan sumber daya alam yang beraroma KKN. Pelaksanaan tata kelola yang
tidak terkendali (karena sudah punya izin maka pengusaha dengan seenaknya
melakukan kegiatannya), melanggar aturan main, dan terjadi pembiaran, atau
penanganan pelanggarannya beraroma kolusi dan korupsi.
F.
Perenungan Penegak Hukum
Pengacara,
Polisi, Jaksa, Hakim dan Panitera Penagadilan adalah manusia yang paling tahu
tentang seluk beluk hukum Negara. Pengacara bertindak sebagai penasihat hukum,
Polisi melakukan penyelidikan, kemudian Jaksa sebagai penuntut hukum dan hakim
yang akan mengadili dengan dibantu oleh panitera sebagai pencatat administrasi
pengadilan.
Andaikan
seseorang itu termasuk salah satu dari golongan yang disebutkan diatas, maka perbanyaklah
melakukan perenungan. Hal ini disebabkan persepsi masyarakat kepada
ahli/penegak hukum sangat negatif. Penyebabnya disamping pengalaman masyarakat
sendiri yang mungkin pernah berhubungan dengan salah satu dari elemen diatas,
maka informasi dari berbagai media banyak menyoroti kinerja para penegak hukum
dalam menyelesaikan banyak perkara. Bahkan lembaga survey dan transparency
internasional secara berskala telah memberikan laporannya bahwa kredibilitas
aparat penegak hukum di Negara kita ini sangat diragukan integritasnya.
Sebagai
pengacara, renungkan, apakah pernah menjanjikan kemenangan kepada kliennya
dengan berbagai cara? Atau sudah ketahuan bahwa klien bersalah, namun
dipaksakan juga kepadanya suatu kemenangan melalui pembenaran-pembenaran yang
dibungkus dengan berbagai argumentasi. Bukankah ujung-ujungnya adalah uang?
Berapa sudah biaya yang di habiskan oleh si klien yang bernafsu untuk menang
dalam perkara, atau pun agar dia lolos dari jeratan hukum? Atau jangan-jangan
justru kita sebagai pengacara yang memberi seribu janji angin surga.
Pernahkah
sang pengacara memberikan nasihatnya kepada sang klien untuk menyerahkan diri
saja kepada aparat penegak hukum disebabkan perbuatannya telah melanggar hukum?
Atau sebaliknya justru mengajarkan berbagai taktik dan strategi
meyelamatkandiri ketika berada di depan pengadilan. Dan yang paling mengerikan
lagi, pernahkah pengacara mempengaruhi polisi, atau jaksa bahkan hakim dengan
berbagai tawaran menggiurkan hanya demi meloloskan kliennya dari tuntutan masalah
pidana atau demi memenangkan kasus perdata?
Selanjutnya,
perenungan memasuki area yang lebih serius. Bagaiman dengan nasib Negara yang
uangnya tidak dapat kembali disebabkan sang koruptor telah dibebaskan demi
hokum, sebagai hasil rekayasa dari sang pengacara? Bagaimana pula sedihnya
perasaan musuh kliennya yang dikalahkan disebabkan kepakaran sang pengacara
memanfaatkan celah-celah hukum yang memang ada sebagai konsekuensi produk hukum
buatan manusia.
Selanjutnya,
kita berbicara tentang perilaku dari seseorang polisi, jaksa atau hakim yang
memang pekerjaannya sehari-hari berkaitan dengan penegak huikum. Sudah dapat
dipastikan mereka ini dikelilingi oleh banyak godaan agar menyeleweng dari
tugas dan tanggung jawabnya melalui tawaran harta, tahta dan lainnya. Sebagai
manusia biasa, sudah pasti mereka mempunyai keterbatasan, namun dimata tuhan
semua manusia sama, bahkan hukum yang akan diberlakukan lebih berat, mengingat
sebagai penegak hukum seharusnya memberikan contoh-contoh yang mulia.
Ada
dua masalah besar yang selama ini sering terjadi di dunia penegakan hukum.[15]
1.
Perlakuan hukum yang berbeda. Misalkan salah seorang
dari anggota kepolisian, jaksa atau hakim yang melakukan pelangaran hukum,
namun pimpinannya hanya memberiakn hukuman cukup dengan memutasikannya ketempat
lain tanpa memberi hukum sebagai mana yang berlaku. Hal ini biasa saja terjadi
disebabkan ikatan emosional dalam satu korps/kelembagaan.
2.
Mengatur hasil pemeriksaan atau tuntutan oleh polisi
atau jaksa ataupun vonis dipengadilan oleh hakim, disebabkan adanya
maksud-maksud tertentu dibalik itu, sehingga menghasilkan putusan yang
kontroversial.
Peristiwa diatas
bisa disebabkan oleh adanya tekanan dari pihak tertentu dari atasnya ataupun
dari luar, termasuk pengaruh terhadap suatu imbalan yang dijanjikan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan-pembahasan sebelumnya mengenai KORUPSI, maka secara singkat dapat
kita ambil kesimpulan antara lain sebagai berikut.
1.
Korupsi bukanlah kebiasaan, bukan budaya bangsa, bukan
pula mismanagement seperti yang yang
selama ini dianggap. korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar asas
pemisahan keuangan pribadi dengan
keuangan milik masyarakat, Tapi korupsi pada hakikatnya adalah kejahatan yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga lama-kelamaan korupsi itu
mendarah daging, dan menjadi sebuah kebiasaan yang membawa keuntungan besar
bagi yang melakukannya, walaupun hal itu berdampak buruk bagi Negara dan orang
banyak (masyarakat). Dan korupsi itu bagaikan gunung es, tindak pidana
korupsinya berada diatas permukaan air laut, sedangkan akar masalahnya berada
di bawah laut. Itulah, mengapa di Negara kita ini korupsi tidak pernah habisnya
walaupun KPK sudah banyak sekali menangkap para koruptor, penjara penuh dengan
koruptor. Tapi, akar masalah korupsi tidak pernah tuntas terbasmi.
2.
Korupsi jelas perbuatan kejahatan yang melawan hukum
atau menyalahgunakan kewenangan publik yang merugikan Negara atau masyarakat.
Dalam pebuatan korupsi dikenal empat unsur, yaitu, niat melakukan korupsi,
kemampuan untuk berbuat korupsi, peluang atau kesempatan untuk melakukan
korupsi, dan yang terakhir adanya target atau sasaran yang bisa dikorupsi, dan
untuk membonkar korupsi sampai keakar-akarnya, kita harus mengenal keempat
unsur korupsi tersebut. Di masa lalu, korupsi dianggap sebagai kebiasaan yang
secara umum dilakukan yang apabila ketahuan secara manajerial dianggap sebagai
mismanagement, pelanggaran disiplin, atau pelanggaran kode etik. dan hukumannya
hanya sanksi administrasi, disiplin, atau sanksi kode etik. Karena hal itulah
korupsi di Negara kita semakin merajalela, orang sudah tidak lagi membedakan
mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan pejabat yang jujur tidak bisa hidup
layak di negeri yang seperti ini.
3.
Korupsi, jika kita lihat dari segi islam adalah risywah (suap), saraqah (pencurian), al-qasysy
(penipuan) dan khianat (pengkhianatan).
Dan jika tinjau secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan criminal
(jinayah atau jarimah). Dan asas legalitas hokum islam tentang korupsi sangat
jelas dan tegas, yaitu sebagai suatu delik pencurian, Secara teoritis kedudukan
korupsi merupakan tindakan criminal (jinayah
atau jarimah). Asas legalitas hukum
islam tentang korupsi sangat jelas dan tegas. Sebagai suatu delik pencurian,
pelaku korupsi harus dihikum, tegasnya hukuman bagi koruptor adalah potong
tangan, dan orang yang melakukan korupsi (koruptor) adalah musuh umat islam.
4.
Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi sudah
dimulai sejak tahun 1957, yaitu dengan dibentuknya penguasa militer
NO.Prt/PM/06/1957, yang dikenal dengan peraturan tentang pemberantasan korupsi,
dan lembaga-lembaga mekanisme pengawasan yang dibentukpun tidak
tanggung-tanggung, mulai dari BPK, DPR, BPKB, Itjen, Irjenbang, Irjendep,
Wasnal, Waskat, dan TPK, KPK . Tapi korupsi makin dan bertambah merajalela di
Negara kita ini. lembaga-lembaga dan mekanisme pengawasan hanya sebagai lambing
saja, Bahkan dari tahun ketahun korupsi
di Indonesia semakin bertambah, dan sekarang Indonesia memegang peringkat ke-5
negara terkorup didunia, dan peringkat pertama Negara terkorup di Asia.
5.
Anotomi korupsi di Indonesia ada di berbagai lini
Negara ini. Dari yang kecil, dijalanan dan angkutan umum, sampai kepusat
pusaran uang Negara, dah bahkan para penegak hukum.
·
Tergiur Pusaran Uang Negara. Anatomi korupsi pada
pemasukan dan pengeluaran uang Negara. Seperti Deprtemen Keuangan, dan
Depertemen Dalam Negeri untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Disini salah satu
pintu masuk untuk mengeruk kekayaan di pemasukan Negara adalah pada aspek
peraturan, jika ada hal yang tidak diatur oleh Undang-undang, maka dimunculkan
dalam peraturan pemerintah, jika keduanya kosong, makadalam peraturan menteri,
hal inilah yang menyebabbkan seolah-olah semua pihak boleh mengatur seenaknya
sendiri.
·
Dispiratis yang Menjadi Alasan. Anatomi korupsi pada
lokasi yang terdapat dispiratis antara penghasilan dengan peredaran uang.
Lokasi semacam ini terdapat pada bidang pengeluaran perizinan yang memiliki
omset peredaran uang yang besar seperti bidang pertambangan, energi, dan
perizinan bahan peledak. Dan hal ini juga terjadi pada level pejabat pada
jabatan publik seperti walikota, bupati, gubernur bahkan kepada level presiden
sekalipun. Jika kita lihat penghasilan mereka antara gaji resminya terlihat
ketimpangan yang sangat mencolok.
·
Ibarat kepala ikan busuk. Anatomi korupsi pada
pemilihan pejabat publik. Pada saat kampanye, masyarakat menerima berbagai
barang dari pejabat publik, seperti beras, baju, dan uang, suap-menyuap untuk
memuluskan dirinya terpilih sebagai anggot pejbat, temasuk ktika mencalonkan
diri dari partai yang akan mendukungnya. Itulah sebabnya pejabat publik menjadi
bagian kerawanan korupsi.
·
Menggoroti aset Negara. Anatomi korupsi pada
penggunaan asset Negara. Aset Negara termasuk barang yang rawan akan korupsi.
Aset Negara antara lain adalah kekayaan alam (sumber daya alam), tanah Negara,
fasilitas umum, gedung-gedung perkantoran dan lain sebagainya. Permasalahan
pada setiap aset berbeda satu sama lain, contohnya pada kekayaan alam, potensi
masalahnya mulai dari penunjukan pengusaha yang diberikan konsesi pengolaan
sumber daya alam yang beraroma KKN.
6.
Pengacara, Polisi, Jaksa Hakim dan Panitera Pengadilan
adalah manusia yang paling tahu tentang seluk beluk hukum Negara. Pengacra
bertindak sebagai penasihat hokum, polisi melakukan penyidikan, kemudian jaksa
sebagai penuntut hokum dan hakim yang akan menggadili dengan dibantu oleh
panitera sebagai pencatat administrasi pengadilan.
Ada dua masalah besar yang selama ini sering terjadi
di dunia penegakan hukum.
1.
Perlakuan hukum yang berbeda. Contoh salah seorang
dari anggotra kepolisian, jaksa atau hakim melakukan pelanggaran hukum, namun
pimpinannya hanya memberikan hukuman cukup dengan memutasikannya ketempat lain
tanpa memberi hukum sebagaimana yang berlaku. Tapi apabila msayarakat biasa
yang melanggar hukum, mereka divonis
dengan hukuman yang melebihi perbuatannya, misalnya masyarakat terbukti mencuri
mangga tetangga, lalu divonis dengan hukuman 5 tahun penjara, jika kita
pikirkan pantas tidak hukuman yang diberikan dengan perbuatannya.
2.
Mengatur hasil pemeriksaan/tuntutan oleh polisi/jaksa
ataupun vonis pengadilan oleh hakim, disebabkan adanya maksud-maksud tertentu
dibalik itu, sehingga menghasilkan putusan yang kontraversial.
Peristiwa tersebut bisebabkan adanya tekanan dari
pihak tertentu dari atasannya ataupun dari luar, termasuk pengaruh terhadap suatu
imbalan yang dijanjikan. Kasih Uang Habis Perkara (KUHP). Dan jika hal tersebut
masih banyak dimainkan di Indonesia, kita rasa Korupsi akan semakin beranak
pinak di Negara kita kita ini dan akan mendarah daging. Maka istilah “orang
jujur susah hidup di Negara yang seperti ini” akan menjadi kenyataan.
B.
Kritik dan Saran
Demikian
yang dapat saya uraikan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam tugas
makalah ini. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengatahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah saya ini, penulis banyak berharap kritik dan saran yang membangun
kepada penulis, demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya,
dan juga kepada saudara-saudara sekalian pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Noeh,
Munawar Fuad. 1997. Islam Dan Gerakan
Moral Anti Korupsi. Jakarta: Zikrul Hakim.
Hamzah,
Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi melalui hukum Pidana Nasional dan Internasional.
Jakarta:Pt.Raja Grafindo Persada.
Djaja,
Ermansyah. 2009. Memberantas Korupsi
Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika.
Rianto,
Bibit s. 2009. Koruptor, Go TO Hell!
Mengupas Anatomi Korupsi di Indonesia. Bandung: Hikmah (PT Mizan Publika)
Akbar,
Muhammad Ray. 2008. Mengapa Harus
Korupsi?. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
Harian
Serambi Indonesia Edisi 16/12/11
Harian
Prohaba Edisi 16/12/11 dan Edisi 18/12/11
terbukti adanya tindak pidana
korupsi. (Harian serambi
indoesia,(16/12/11)
[7] Dalam
konteks hukum islam, pelaku korupsi dapat disebut sebagai penghianat, penipu, dan penyuap, dan karena itu
diharamkan koruptor untuk masuk syurga. (islam dan Gerakan Moral Anti korupi),hlm,91
[8]Ibid ,hlm,135
[11] Mengapa harus korupsi (Mengapa Harus Korupsi?)
[12] Jusuf Kalla ( koruptor
go to hell) hlm, 75