Translate

Kamis, 28 Maret 2013

Korupsi

                                     

KATA PENGANTAR

Alhamdulah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang maharahman dan maharahim kepada seluruh hamba-Nya.Dan juga telah memberi kita sehat badan, dan sehat pikiran, sehingga pemakalah sanggup menyelesaikan tugasnya yang berhubungan dengan ilmu hukum-1.
Selawat beserta Salam selalu kita sanjung sajikan kepada Baginda Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia dari limbah kehinaan kedaratan yang mulia, dari jaman kebodohan ke jaman yang penuh dengan ilmu pengatahuan, seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Penghormatan saya yang terutama sekali kepada Bapak Hasnul Arifin selaku dosen pembimbing kita bersama, semoga beliau selalu dalam rahmat dan lindungan-Nya, amin. Dan juga kepada kawan-kawan seperjuangan yang sangat kami cintai.
Pada hari yang berbahagia ini, saya selaku pemakalah terinspirasi untuk mengambil tema yaitu Korupsi sebagai bahan makalah saya. Korupsi, kata-kata yang tidak asing lagi ditelinga kita, yang sekarang lagi marak tejadi dan merajalela dinegara kita ini mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah bahkan perangkat desa sekalipun mungkin sudah pernah bermain didalamnya dan hal ini seakan-akan bukan hal yang tabu untuk kita perbincangkan, karena kenapa? Karena hampir setiap hari kita lihat di telivisi, dimedia massa, masalah ini tidak ada habisnya, mulai dari tempat serius sampai kemeja makan sekalipun, sampai-sampai terbenak dihati kita, apakah tidak ada hukum yang mengatur para tikus-tikus kantor yang sekarang sudah merajalela di negeri kita ini khususnya di Aceh


Sebenarnya lembaga-lembaga dan mekanisme yang mengurus tentang korupsi banyak sekali dinegeri kita ini, dan lembaga ini sudah dibentuk sejak tahun 1957 bahkan sekarang pemerintah pusat telah membentuk suatu lembaga khusus, yaitu pengadilan TIPIKOR (Tindak pidana Korupsi), tapi kenapa juga korupsi masih merajalela, kalau kita lihat dari upaya pemerintah dalam memberantas dan menanggulangi korupsi, kayaknya tikuspun tidak bisa lewat. Tapi buktinya, jangankan tikus gajahpun mampu menyusup dan mengondol uang Negara, mungkin penerapannya belum maksimal ataupun hukum ini dibuat untuk dilanggar dan hukum ini bagaikan sebilah pisau, keatasnya tumpul tapi kebawahnya tajam.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menyadari bahwa  makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan harapan penulis semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi teman-teman sekalian.  Amin.




Penulis

                                                   Banda Aceh 15-Desember-2011




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB    I              PENDAHULUAN............................................................. 1
                 A.Latar Belakang................................................................................ 1
                 B.Rumusan Masalah............................................................................ 2

BAB    II            PEMBAHASAN................................................................. 3
                  A. Pengertian Korupsi........................................................................ 3
                 B. Akar Korupsi.................................................................................. 4
                 C. Korupsi Dalam Perpektif Hukum Islam......................................... 7
D. Kebijakan Negara Untuk Memberantas Korupsi............................ 8
E. Anatomi Korusi Di Indonesia........................................................ 10
F. Perenungan Penegak Hukum.......................................................... 15

BAB    III            PENUTUP........................................................................ 17                     
            A.Kesimpulan..................................................................................... 17                     
            B. Kritik Saran.................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA


BAB I 
            PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang

Masyarakat sudahterlanjur akrab dengan berbagai istilah yang termasuk dalam kategori korupsi. Mulai dari remaja, pemuda sampai kepada kakek-kakek sekalipun sudah mengenal istilah sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelicin, dan istilah lainnya, sampai-sampai terbenak dihati kita, mengapa sih korupsi ini selalu ada di Negara kita ini, dan bagaimana sih pengaruh korupsi terhadap masyarakat?
Pemimpin silih berganti, tapi korupsi tidak bisa dihindiri. korupsi bisa dihilangkan di negeri kita ini asalkan pemerintah sepenuhnya turun tangan dalam masalah korupsi,  seperti pendaftaran kekayaan pejabat misalnya, dan tidak pandag bulu, urusan kakak ipar yang melakukan korupsi, bebas tanpa syarat, tapi urusan rakyat kecil di injak-injak dipengadilan, subhanallah. Wahai pemimpin-pemimpin yang lagi santai dikursi jabatan mu, ingatlah lah dirimu sebelum mendapatkan kursi kekuasaanmu, itu semua adalah kepunyaan rakyat, dengarlah rintihan rakyat mu, yang sekarang lagi sengsara karena ulahmu, contohkanlah suri teladan dari Rasulullah Saw, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu,(yaitu) bagi orang yang berharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat(Q.s al-ahzab,33-21), dan para sahabatnya-sahabatnya, seperti Khalifah Umar bin Khattab, ada satu cerita tentang Khalifah Umar bin Khattab, ketika beliau sedang pidato. Tiba-tiba Abu Dzar mengacungkankan jari sambil berkata: “ Hai Umar, berhentilah engkau berpidato, jelaskan dulu kepada kami, apa jangan-jangan kamu telah melakukan korupsi. Sebab busana mu ada dua, sedangkan yang kau berikan kepada kami hanya satu”. Maka umar umar meminta anaknya Abdullah bin Umar untuk menjelaskannya:” hai Abu Dzar, ayahku postur tubuhnya besar, sehungga satu bagian saja tidak cukup, dan yang dipakai itu sebagian milik saya yang telah saya berikan kepadanya. Dan ketika baju itu saya berikan kepadanya itu adalah hak saya sesungguhnya. ”Lalu abuj Dzar berkata : “ Oh, Kalau begitu lanjutkanlah Umar, engkau telah memberikan contoh yang baik”.
Dan ada satu lagi perbincangan antara Rasullah dengan Sahabatnya, tentang akan datang suatu zaman yang zaman itu orang sulit untuk mencari rezeki yang halal, kecuali berbohong, berkhianat, dan bersumpah palsu. Tanya Sahabat kepada Rsulullah, “ Kalau datang zaman seperti itu , kemana kami mencari ya Rsulullah? Jawab Rasul “kepada tuhan, Al-Quran, dan Sunnah.
Cerita diatas akan menjadi pelajaran  buat kita bersama, Apakah zaman sekarang adalah  yang zaman yang mana orang sulit untuk  mencari rezeki yang halal, kecuali berbohong, berkianat, dan bersumpah palsu? Semoga tidak ya,,.....



B.            Rumusan masalah

1.         Pengertian Korupsi
2.         Akar Korupsi
3.         Korupsi dalam Perspektif  Hukum Islam
4.         Kebijakan Negara Untuk Memberantas Korupsi
5.          Anatomi Korupsi di Indonesia
6.         Perenungan Penegak Hukum


                                                   



   
BAB II
    PEMBAHASAN
A.           Pengertian Korupsi

Korupsi, siapa yang tidak kenal dengan istilah ini. Korupsi berasal dari bahasa latin Corruption yang berarti menyuap dan corrumpere atau merusak (EHI,1997).[1] Sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu bersilang pendapat untuk merumuskan pengertian yang paling memadai. Seorang pejabat dikatakan korupsi apabila ia menerima hadiah dari seseorang agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan sang pemberi hadiah. Meminta hadiah atau balas jasa karena terlaksananya suatu tugas yang sebenarnya adalah kewajiban bagi Wertheim, juga dapat digolongkan tindakan korupsi. Istilah korupsi kadang juga dikenakan pada pejabat yang menggunakan uang Negara yang berada dibawah pengawasannya untuk kepentingan pribadi.
Korupsi sebagai tingkah laku pejabat yang menyimpang dari norma yang telah diterima oleh masyarakat, dengan maksud untuk mencapai tujuan pribadi. Bentuk lainnya adalah balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat, dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar asas pemisahan keuangan pribadi  dengan keuangan milik masyarakat.
Ditegaskan pula bahwa korupsi sangat terkait dengan berbagai kejahatan ekonomi, kejahatn terorganisasi, dan penyucian uang haram, seperti kasus hilangnya deposit Aceh Utara dan Kasus Alkes  RSUD Aceh Tamiang (Harian Serambi Indonesia,16/12/2011).[2]




B.                 Akar Korupsi

Kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar suatu aturan hukum tetentu, merugikan diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, bahkan Negara. Kejahatan diatur oleh Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang lainnya yang mengandung sanksi Pidana. Jika pelakunya bukan manusia, maka tidak termasuk dalam kategori kejahatan walaupun menimbulkan kerugian. Misalnya bencana alam (disaster) dan kecelakaan (accident) jika disebabkan olen binatang dan teknologi. Perang termasuk kejadian yang merugikan dan pengaturannya berada dalam ranah hukum perang.
Jadi, korupsi juga jelas termasuk kejahatan. Pelakunya adalah penyelenggara Negara dan atau pegawaai negeri. Intinya, perbuatan yang melawanhukum atau menyalahgunakan kewenangan public yang merugikan Negara atau masyarakat. Dibeberapa Negara ketentuan korupsi bisa dikenakan juga kepada perseorangn atau swasta (private).
Perbuatan korupsi ini haruslah memenuhi empat unsur. Empat unsur itu adalah (1) niat melakukan korupsi (desire to act), (2) kemampuan untuk berbuat korupsi (ability to act), (3)peluangatau kesempatan untuk melakukan korupsi (opportunityto do corruption), dan (4) target atau adanya sasaran yang bisa dikorupsi (suitable target). Untuk membongkar korupsi sampai ke akar-akarnya, maka langkah utama yang harus dilakukan adalah mengenal keempat unsur korupsi ini.[3]
Faktor niat. Unsur  ini berada di dalam diri seseorang, dibentuk dalam waktu yang panjang dimulai sejak kecil. Ini sangat berkaitan dengan tiga macam teori tentang mengapa seseorang menjadi penjahat. Pertama, penjahat itu dilahirkan (the born criminal). Ini disebut juga teori bakat, yaitu seseorang sudah sejak lahir memiliki bakat ini. Kedua, penjahat yang terbentuk oleh lingkungan. Anak yang lahir dari lingkungan baik-baik akan jahat bila berada dalam linkungan penjahat. Itulah sebabnya dibeberapa Negara maju, penjahat pemula idak dimasukkan kedalam penjara agar tidak bertambah jahat. W. Clement Stone berkata, kita adalah produk dari lingkungan kita. Maka pilihlah lingkungan yang terbaik bagi pengembangan kita menuju tujuan-tujuan kita. Analisalah hidup kita melalui lingkungan kita. Apakah hal-hal yang disekitar kita membantu kitamenuju sukses atau malah menahan kita?.
Kemampuan Berbuat. Faktor ini dalam kenyataannya dapat disubstitusikan melalui penggunaan orang lain yang memiliki kemampuan yang diperlukan untuk berbuat jahat. Misalkan dengan jalan “disewa”, “dipaksa” atau “dijanjikan” sesuatu yang menarik apabila bersangkutan mau melakukan pekerjaan itu dengan menggunakan keahlian, kemampuan, atau kewenangan yang dimilikinya. Penyidik biasanyanya menggunakan pasal 55 atau 56 KUHP (turut serta melakukan) untuk menjerat orang-orang yang terlibat dalam korupsi seperti ini.
Peluang atau Kesempatan. Ini dimiliki oleh orang yang memiliki kewenangan pada setiap jenjang kekuasaan. Peluang akan menjadi makin besar apabila:
1.      Ketentuan yang berlaku sangat longgar dalam arti dapat memberi peluang melakukan korupsi.
2.      Diwakili oleh pejabat yang koruptif.
3.      Ada sesuatu yang koruptif
4.      Orang-orang yang berhungan dengan kekuasaan bisa menerima koruptif sebagai prasyarat untuk berhubungan dengan kiekuasaan tersebut (dalam arti tidak mempersoalkan atau malah mendorong terjadinya kondisi demikian).
5.      Rendahnya kualitas pengawasan internal maupun eksternal (social control).
Kelima poin ini harus kitra perbaiki untuk meniadakan aspek peluang, melalui pengaturan, pengawasan dan seleksi pejabat yang termasuk kategori “ikan busuk”. Ditambah dengan upaya penertiban yang berlanjut dan konsisten dari pemimpin dan aparat pengawasan internal serta pengawasan eksternal (social control)Integritas, akuntibilitas dan transparansi, serta tindakan yang tegas apabila dijumpai pelanggaran aturan merupakan kata kunci pencegahan peluang agar tidak dimanfaatkan pejabat publik. [4]
Target yang Cocok. Unsur ini tidak dapat disubstitusikan, tapi dapat diciptakan oleh sipemilik kewenangan atau kekuasaan. Unsur ini dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama denagn orang lain. Misalnya, kewenangan menentukan anggaran pendapatan dan belanja. Didalam menentukan progam dan besaran anggaran terjadi negosiasi yang lebih dikenal dengan istilah lobby, antara pembela dan penyidik untuk penentuan pasal yan dilanggar pelaku, pembela dengan penentut untuk menentukan dakwaan, antara pengacara dan hakimuntuk menentukan putusan, antara panitia tender dan peserta tender suatu proyek yang ditenderkan, antara bawahan dan atasan agar mendapatkanb promosi, dan sebagainya.
Sebelum beraksi, sipenjahat menghitung apakah seimbang antara biaya yang dikeluarkan dengan penghasilan yang akan diperolehnya. Apabila biaya lebih besar dari penghasilan yang akan diperolehnya, maka mereka mengurungkan niatnya. Tapi sebaliknya, jika keuntungan dapat direkuk, mereka akan mengambilnya. Begitu pula dengan korupsi, apabila hasil korupsi lebih besar dari biayanya, maka akan dilakukan, dan jika hasil korupsi lebih kecil dari dari biaya korupsi, maka akan diurungkan.[5]
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dibedakan dalam dua kategori, yaitu:
1.         Yaitu jangka panjang dan. Artinya, sasaran korupsi itu bisa diciptakan dalam kurun lama yang bersifat endemik (jangka panjang dan selalu berulang).
2.         Yaitu secara sewaktu-waktu dimana melihat peluang lalu dimanfaatkan untuk korupsi.
Selama ini, KKN banyak yang terbongkar adalah yang sewaktu-waktu. Alat bukti yang mampu dikumpulkan untuk KKN sewaktu-waktu adalah berupa suap-menyuap dan kadang-kadang pemerasan jabatan. Tidak menutup kemungkinan korupsi dilakukan karena terpaksa, dalam arti dibawah pengaruh atau pengaruh tekanan orang lain-biasanya pejabat atasan, ataupun pihak ketiga yang “berjasa”  dalam jabatannyasehingga mau tidak mau dia harus melakukan korupsi atauy balas jasa sesuai “kesepakatan” sebelumnya.
Dimasa lalu, korupsi sebagai kebiasaan yang secara umum di lakukan yang apabila ketahuan secara manajerial dianggap mismanagement, pelanggaran disiplin, atau pelanggaran kode etik. Hukumnya adalah sanksi admistrasi, disiplin, atau sanksi kode etik. Hal inilah yang menyebabkan korupsi merajalela dinegeri kita ini, orang sudah tak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Pejabat jujur tidak bisa hidup layak di Negara yang seperti ini.

C.                Korupsi Dalam Perspektif Hukum Islam

“Barang siapa yang kami angkat menjadi pejabat dengan tugas tertentu, dan telah kami beri upah sebagaimana mestinya, maka apa yang dia ambil diluar dari apa yang telah diberikan maka itu namanya pengkhianatan (korupsi)”. ( HR Abu Daud)[6]
Bahasa hukum islam tentang korupsi bisa ditelusuri lewat istilah risywah (suap), saraqah (pencurian), al qasysy (penipuan) dan khianat (pengkianatan). Bahasa moral dan kemanusiaan yang sarat dengan etika dan perilaku hukum itu secara jelas terkandung dalam sumber ajaran islam, Al-Quran dan Al-Sunnah. Keduaanya merupakan sumber hukum tertinggi dan disepakati oleh seluruh umat islam, karenanya memiliki kekuatan moral dan hukum sekaligus, secara formil atau matreiil, serta diterima oleh dengan kesadaran sebagai keimanan.[7]


Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan criminal (jinayah atau jarimah). Asas legalitas hukum islam tentang korupsi sangat jelas dan tegas. Sebagai suatu delik pencurian, pelaku korupsi harus dihukum. Lebih jauh makna “potong tangan” dalam ayat yang menjatuhkan sanksi bagi pencuri lebih menunjukkan esensi perbuatan korupsi itu sendiri. Melalui korupsi pelaku memotong kesempatan  orang lain dengan cara yang tidak sah dan melawan hukum.
Dalam teori hukum pidana islam kedudukan tindakan suap bersifat mutlak haram. seperti yang ditegaskan dalam Al-Quran (Al-baqarah 2:188) “dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengatahuinya”.
Tegasnya, hukum islam memposisikan tindakan korupsi sebagai bentuk kegiatan kriminal dalam segala bentuknya. Dan orang yang melakukan korupsi (koruptor)  adalah musuh umat islam.

D.                Kebijakan Negara Untuk Memberantas Korupsi 

Melihat prestasi korupsi di Indonesia sangat memprihatinkan memang, dan kelengkapan perangkat perundang-undangan di Indonesia untuk menjerat praktik korupsi sebenarnya juga tidak perlu diragukan lagi.Dan usaha-usaha pemerintah Indonesia dalam memberantas dan menanggulangi korupsi sudah dimulai sejak tahun 1957 dengan dibentuknya penguasa militer No.Prt/PM/06/1957,yang dikenal dengan peraturan tentang pemberantasan korupsi.Demikian pula lembaga dan mekanisme pengawasan yang ada tidak tanggung-tanggung.
Ada Badan  Pemeriksaan Keuangan (BPK), ada DPR yang memiliki hak bertanya, hak inisiatis, dan hak mengawasi pemerintah, ada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKB), Inspektorat Jendral (itjen), Inspektur Jendral Pembangunan (Irjenbang), Inspektur Jendral Depertemen (Irjendep), ada Mekanime Pengawasan Fungsional (Wasnal), Pengawasan Melekat (Waskat), Pengawasan Masyarakat (Wasmas), Serta Tim pemberantas Korupsi (TPK) yang sekarang sudah diubah menjadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sekarang sudah ada Pengadilan khusus yang mengurus kasus korupsi yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).[8]
Namun sangat disayangkan, dari tahun ketahun kasus korupsi di Indonesia bukan berkurang, namun semakin bertambah dan semakin merajalela. Seperti hasil dari penelitian RERC (The Political and Economic Colsuntacy) pada tahun 1997,  Indonesia adalah Negara yang masuk dalam 10 besar Negara tekorup di Asia setelah Cina dan Korsel.[9]
Dan pada tahun 2011, transparency.org dari beberapa Negara di dunia  melakukan penelitian yang hasilnya sangat mencoreng hati kita sebagai masyarakat Indonesia. Hasil survey membuktikan bahwa Indonesia Negara kita ini yang kaya akan Sumber Daya Alam berada diperingkat ke-5 negara  terkorup di dunia, dan  ditingkat Asia-Pasifik Negara kita memperoleh rangking pertama yang duanya dipegang oleh Kamboja, dan ketiga dipegang oleh Vietnam.[10]
Bila Transparensy intenasional memberikan nilai integritas 2,3 kepada Negara Indonesia, disaat orang tuanya sebagai pemegang amanah memimpin Negara. Berapakah nilai integritas Negara kita ini kelak, bila dipimpin oleh anak-anak mereka.[11]






                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

E.                 Anatomi Korupsi di Indonesia
 Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam rapat antar penegak hukum di Istana Negara , mengatakan bahwa kekuasaan di masa orde baru berada pada satu tangan yaitu pemerintah pusat sehingga yang diisukan korupsi terpusat pada Presiden Soeharto. Di era reformasi ini kekuasaan terbagi tiga, yaitu di pusat, DPR dan Daerah. Karena itu, korupsi pun terbagi tiga.[12]
Gambaran Jusuf Kalla itu sangat mencerminkan kondisi Negara Indonesia. Setelah era reformasi, korupsi di Negara ini tenyata lebih parah. Ada istilah, jika di era Orde Baru korupsi dilakukan dengan aneka selubung, di era reformasi, sejak 1998, tindak korupsi berubah drastic menjadi tanpa urat malu. Koruptor bergerak terang-terangan merampok uang Negara besar-besaran. Angka kerugian Negara pun tak terhitung hingga kini.
Kehadiran KPK sejak2003 yang membawa banyak kasus korupsi ke pengadilan dan menyeret pejabat dan politikus kedalam penjara ternyata tidak cukup mampu menumpas korupsi. Kehadiran KPK sejak 2003 memang sangat mengancam para koruptor. Para koruptor tetap bergentayangan. Berbagai cara mereka lakukan . langkah mutakhir mereka adalah berupaya menghancurkan lembaga yang menjadi penghalang, yaitu KPK.
Di bagian ini  penulis akan mengurai anatomi korupsi di berbagai lini Negara ini. Dari yang paling kecil, di jalanan dan angkutan umum, sampai ke pusat pusaran uang Negara, dan bahkan para penegak hukum.

1.                  Tergiur Pusaran Uang Negara.
Anatomi Korupsi pada Pemasukan dan Pengeluaran Uang Negara
Pemasukan keuangan Negara secra garis besar dibedakan dalam dua katergori, yaitu pajak yang ditangani Direktorat Jendral Pajak (Depertemen Keuangan) dan Depertemen Dalam Negeri untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), selain Pemasukan Keuangan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tersebar di seluruh depertement teknis, seperti BUMN atau BUMD, perizinan, pungutan retribusi, dan jasa pelayanan publik.[13]
Salah satu pintu untuk mengeruk kekayaan di pemasukan keuangan Negara justru pada aspek peraturannya. Setiap hal yang tidak diatur dalam undang-undang, maka akan dimunculkan dalam peraturan Pemerintah. Jika dua aturan itu kosong maka ada dalam peraturan menteri. Ini menyebabkan seolah-olah semua pihak boleh mengatur seenaknya sendiri.

Kalau sudah begini, biasanya pelaksanaanya tidak sesuai dengan aturan. Kendati ada aparat pengontrol, korupsi tetap berjalan mulus. Petugas pengontrol tak berfungsi biasanya karena tidak tahu persoalan, bahkan yang lebih buruk justru dia ikut berkolusi dengan petugas lapangan, sementara itu, masyarakat tidak berani melapor karena takut mendapatkan masalah yang lebih besar lagi.
Adapun persoalan yang banyak terjadi di lapangan adalah kolusi antara petugas pemungut dengan wajib pajak, atau pihak-pihak yang berurusan dengan petugas. Bukan perkara gampang untuk melacak perkara ini, sebab antara kedua pihak saling tahu sama tahu. Biasanya baru terbongkar jika ada pihak yang “dikhianati” sehingga mau membuka mulut kepada penyidik atau publik.[14] Kesulitan lainnya adalah aturan kerahasiaan pajak dimana seoranag menteri keuangan pun tidak diberi kewenangan untuk mengontrol proses pemungutan pajak. Sudah jelas ini sangat memberi ruang unutuk korupsi.
Untuk korupsi  di sektor pelayanan publik bisa dilihat pada aspek petugas dan masyarakat. Contoh sederhana adalah dikereta api. Sudah bukan rahasia, bahwa banyak penumpang kereta api yang tidak membeli karcis, tetapi memberikan uang kepada kondektur. Bahkan, jika sipenumpang tertangkap tidak memiliki karcis, biasanya si konduktur, lokasi rawan di lokomotif berada direstorasi, bordes, di antara dua kursi, di gang-gang didalam gerbong. Korupsi disini, sebenarnya telah dijadikan hidden income. Dan jika di Aceh kasus yang paling banyak kita lihat dalam masalah berlalulintas, banyak masyarakat bahkan aparat sekalipun yang tidak mematuhi aturan lalu lintas, namun jika kedapatan mereka bukan ditilang melainkan para oknuk-oknum tertentu meminta uang pelicin, biar cepat dan tidak usah diproses, bahkan ada yang memeras masyrakat sekalipun, dengan cara menakut-nakuti masyarakat yang tidak tau apa-apa.

2.                  Dispiratis Yang Menjadi Alasan.
Anatomi Korupsi Pada Lokasi Yang Terdapat Disparitas Antara Penghasilan Dengan Peredaran Uang.
Banyak petugas yang tergoda untuk korupsi ketika berada di wiliyah yang terdapat perbedaan mencolok antara penghasilan dan besaran peredaran uang. Lokasi semacam ini terdapat pada bidang pengeluaran perizinan yang memiliki omset peredaran uang yang besar seperti bidang pertambangan, energy, dan perizinan bahan pelaedak.
Bahkan juga terjadi juga di wilayah penegakan hukum seperti pada penanganan kasus-kasus korupsi, tindak pidana ekonomi, kasus-kasus penipuan, penggelapan, dan sebagainya. Begitu juga bidang pengelolaan anggaran seperti administrasi proyek-proyek pengadaan barang dan jasa, proyek-proyek pembangunan. Di mulai dari proses perencanaan anggaran nya sendiri, pada pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban anggaran baik internal instansi maupun pengawasan secara eksternal oleh BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan), BPKP (Badan Pengawas Kegiatan Pembangunan).
Hal ini juga terjadi pada level pejabat pada jabatan publik seperti walikota, bupati, gubernur, menteri, anggota legeslatif bahkan sampai kepada level presiden sekalipun. Indikasinya antara lain pada penghasilan mereka. Apabila kita bandingkan antara gaji resminya dan kondisi kehidupan mereka sehari-hari terlihat ketimpangan yang sangat mencolok.



3.                   Ibarat Kepala Ikan busuk.
Anatomi Korupsi pada Pemilihan Pejabat Publik.
Sebentar lagi masyarakat Aceh akan menyambut pesta demokrasi yaitu pemilukada yang sudah diambang pintu, tapi apakah pilkada tahun ini akan lancar, dan berjalan semestinya, kita tidak tahu pasti. Yang pasti masyarakat sampai sekarang masih memandang pejabat publik sebagai “dewa penolong” atau “sinterklas”. Konstituen, teman dekat maupun saudara menilai bahwa seluruh masalah termasuk masalah keuangan dapat diselesaikan si pejabat public itu sehingga “beban” seorang pejabat public menjadi makin berat.
Bebannya bertambah apabila partai politik yang digunakan sebagai “kendaraan” dalam mendapatkan jabatan mempersyaratkan “mahar”. Apakah itu dipungut didepan ataupun secara rutin dijadikan donatur partai politik. Akiibatnya lobi-lobi bukan lagi mencari kesepahaman dalam mengartikulasi aspirasi public, melainkan untuk menggolkan poryek yang terhambat atau menciptakan proyek baru. Berselebung kepentingan public, mereka merekuk uang. Itulah sebabnya pejabat public menjadi bagian kerawanan korupsi (corruption hazard).
Orang jepang mengatakan ikan mulai busuk dari kepalanya. Pejabat publik adalah kepala ikan dan organisasi yang dipimpinnya (birokrasi) adalah badannya. Jadi, dapat kita bayangkan apabila kita (konstituen) memilih kepala ikan yang busuk, maka organisasi pun akan cepat membusuk.
Akibatnya, si pejbat busuk itu akan menggoroti Negara. Dana yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan masyarakat diakali untuk kepentingan diri dan kelompoknya, atau orang dapat memuluskan perbuatan korupsi.
Aplikasi sistem membuahkan persepsi demokrasi yang salah di dalam masyarakat (konstituen) bahwa demokrasi adalah “berjuang” (beras, baju dan uang) dan “serangan fajar” dengan membagi-bagikan sesuatu kepada calon pemilih menjelang Hari H pemilihan. Seperti di Aceh satu KTP, siare’ breuh (satu bambu beras).
Melihat kejadian seperti ini, siapa yang salah? Tidak perlu mencari kambing hitam, kita harus mengakui bahwa kita semua yang salah. Kitalah yang membiarkan perbuatan system yang dapat memberi peluang terjadi korupsi politik sehingga memberi peluang manusia busuk menjadi pejabta publik.

4.                  Menggoroti Aset Negara.
Anatomi Korupsi pada Penggunaan Aset Negara.
Investasi  aset Negara sudah dilakukan beberapa kali, tapi datanya selalu terdapat selisih. Banyak kemungkinan yang terjadi disin. Di antaranya, pencatatannya kurang bagus mulai dari proses pengadaan, pemeliharaan, pengelolaan maupun penghapusannya. Boleh jadi aturan di setiap depertement atau lembaga Negara yang tidak sama dalam mengelola aset Negara ini.
kemungkinan lainnya, ada yang sengaja berusaha menyembunyikan data. Artinya, potensi korupsi sudah dimulai dari proses pengadaan termasuk pembagiaan kepemilikan atau perizinan, pengelolaan termasuk perawatan atau pemeliharaan dan pengahapusannya.
Jadi, asset Negara termasuk barang yang rawan untuk dikorupsi. Adapun aset Negara itu antara lain adalah kekayaan alam (Sumber Daya Alam), tanah Negara, fasilitas umum, gedung-gedung perkantoran, peralatan kantor, perumahan dinas termasuk asrama, kendaraan dinas, dan mesin-mesin kantor.
Permasalahan yang terjadi pada setiap asset berbeda satu sama lain. Misalnya pada kekayaan alam, potensi masalahnya mulai dari penunjukan pengusaha yang diberikan konsesi pengolalaan sumber daya alam yang beraroma KKN. Pelaksanaan tata kelola yang tidak terkendali (karena sudah punya izin maka pengusaha dengan seenaknya melakukan kegiatannya), melanggar aturan main, dan terjadi pembiaran, atau penanganan pelanggarannya beraroma kolusi dan korupsi.

F.                 Perenungan Penegak Hukum
Pengacara, Polisi, Jaksa, Hakim dan Panitera Penagadilan adalah manusia yang paling tahu tentang seluk beluk hukum Negara. Pengacara bertindak sebagai penasihat hukum, Polisi melakukan penyelidikan, kemudian Jaksa sebagai penuntut hukum dan hakim yang akan mengadili dengan dibantu oleh panitera sebagai pencatat administrasi pengadilan.
Andaikan seseorang itu termasuk salah satu dari golongan yang disebutkan diatas, maka perbanyaklah melakukan perenungan. Hal ini disebabkan persepsi masyarakat kepada ahli/penegak hukum sangat negatif. Penyebabnya disamping pengalaman masyarakat sendiri yang mungkin pernah berhubungan dengan salah satu dari elemen diatas, maka informasi dari berbagai media banyak menyoroti kinerja para penegak hukum dalam menyelesaikan banyak perkara. Bahkan lembaga survey dan transparency internasional secara berskala telah memberikan laporannya bahwa kredibilitas aparat penegak hukum di Negara kita ini sangat diragukan integritasnya.
Sebagai pengacara, renungkan, apakah pernah menjanjikan kemenangan kepada kliennya dengan berbagai cara? Atau sudah ketahuan bahwa klien bersalah, namun dipaksakan juga kepadanya suatu kemenangan melalui pembenaran-pembenaran yang dibungkus dengan berbagai argumentasi. Bukankah ujung-ujungnya adalah uang? Berapa sudah biaya yang di habiskan oleh si klien yang bernafsu untuk menang dalam perkara, atau pun agar dia lolos dari jeratan hukum? Atau jangan-jangan justru kita sebagai pengacara yang memberi seribu janji angin surga.
Pernahkah sang pengacara memberikan nasihatnya kepada sang klien untuk menyerahkan diri saja kepada aparat penegak hukum disebabkan perbuatannya telah melanggar hukum? Atau sebaliknya justru mengajarkan berbagai taktik dan strategi meyelamatkandiri ketika berada di depan pengadilan. Dan yang paling mengerikan lagi, pernahkah pengacara mempengaruhi polisi, atau jaksa bahkan hakim dengan berbagai tawaran menggiurkan hanya demi meloloskan kliennya dari tuntutan masalah pidana atau demi memenangkan kasus perdata?
Selanjutnya, perenungan memasuki area yang lebih serius. Bagaiman dengan nasib Negara yang uangnya tidak dapat kembali disebabkan sang koruptor telah dibebaskan demi hokum, sebagai hasil rekayasa dari sang pengacara? Bagaimana pula sedihnya perasaan musuh kliennya yang dikalahkan disebabkan kepakaran sang pengacara memanfaatkan celah-celah hukum yang memang ada sebagai konsekuensi produk hukum buatan manusia.
Selanjutnya, kita berbicara tentang perilaku dari seseorang polisi, jaksa atau hakim yang memang pekerjaannya sehari-hari berkaitan dengan penegak huikum. Sudah dapat dipastikan mereka ini dikelilingi oleh banyak godaan agar menyeleweng dari tugas dan tanggung jawabnya melalui tawaran harta, tahta dan lainnya. Sebagai manusia biasa, sudah pasti mereka mempunyai keterbatasan, namun dimata tuhan semua manusia sama, bahkan hukum yang akan diberlakukan lebih berat, mengingat sebagai penegak hukum seharusnya memberikan contoh-contoh yang mulia.
Ada dua masalah besar yang selama ini sering terjadi di dunia penegakan hukum.[15]
1.                  Perlakuan hukum yang berbeda. Misalkan salah seorang dari anggota kepolisian, jaksa atau hakim yang melakukan pelangaran hukum, namun pimpinannya hanya memberiakn hukuman cukup dengan memutasikannya ketempat lain tanpa memberi hukum sebagai mana yang berlaku. Hal ini biasa saja terjadi disebabkan ikatan emosional dalam satu korps/kelembagaan.
2.                  Mengatur hasil pemeriksaan atau tuntutan oleh polisi atau jaksa ataupun vonis dipengadilan oleh hakim, disebabkan adanya maksud-maksud tertentu dibalik itu, sehingga menghasilkan putusan yang kontroversial.
Peristiwa diatas bisa disebabkan oleh adanya tekanan dari pihak tertentu dari atasnya ataupun dari luar, termasuk pengaruh terhadap suatu imbalan yang dijanjikan.

BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Dari uraian seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya mengenai KORUPSI, maka secara singkat dapat kita ambil kesimpulan antara lain sebagai berikut.
1.       Korupsi bukanlah kebiasaan, bukan budaya bangsa, bukan pula mismanagement seperti yang yang selama ini dianggap. korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar asas pemisahan keuangan pribadi  dengan keuangan milik masyarakat, Tapi korupsi pada hakikatnya adalah kejahatan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga lama-kelamaan korupsi itu mendarah daging, dan menjadi sebuah kebiasaan yang membawa keuntungan besar bagi yang melakukannya, walaupun hal itu berdampak buruk bagi Negara dan orang banyak (masyarakat). Dan korupsi itu bagaikan gunung es, tindak pidana korupsinya berada diatas permukaan air laut, sedangkan akar masalahnya berada di bawah laut. Itulah, mengapa di Negara kita ini korupsi tidak pernah habisnya walaupun KPK sudah banyak sekali menangkap para koruptor, penjara penuh dengan koruptor. Tapi, akar masalah korupsi tidak pernah tuntas terbasmi.
2.       Korupsi jelas perbuatan kejahatan yang melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan publik yang merugikan Negara atau masyarakat. Dalam pebuatan korupsi dikenal empat unsur, yaitu, niat melakukan korupsi, kemampuan untuk berbuat korupsi, peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi, dan yang terakhir adanya target atau sasaran yang bisa dikorupsi, dan untuk membonkar korupsi sampai keakar-akarnya, kita harus mengenal keempat unsur korupsi tersebut. Di masa lalu, korupsi dianggap sebagai kebiasaan yang secara umum dilakukan yang apabila ketahuan secara manajerial dianggap sebagai mismanagement, pelanggaran disiplin, atau pelanggaran kode etik. dan hukumannya hanya sanksi administrasi, disiplin, atau sanksi kode etik. Karena hal itulah korupsi di Negara kita semakin merajalela, orang sudah tidak lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan pejabat yang jujur tidak bisa hidup layak di negeri yang seperti ini.
3.       Korupsi, jika kita lihat dari segi islam adalah risywah (suap), saraqah (pencurian), al-qasysy (penipuan) dan khianat (pengkhianatan). Dan jika tinjau secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan criminal (jinayah atau jarimah). Dan asas legalitas hokum islam tentang korupsi sangat jelas dan tegas, yaitu sebagai suatu delik pencurian, Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan criminal (jinayah atau jarimah). Asas legalitas hukum islam tentang korupsi sangat jelas dan tegas. Sebagai suatu delik pencurian, pelaku korupsi harus dihikum, tegasnya hukuman bagi koruptor adalah potong tangan, dan orang yang melakukan korupsi (koruptor) adalah musuh umat islam.
4.       Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi sudah dimulai sejak tahun 1957, yaitu dengan dibentuknya penguasa militer NO.Prt/PM/06/1957, yang dikenal dengan peraturan tentang pemberantasan korupsi, dan lembaga-lembaga mekanisme pengawasan yang dibentukpun tidak tanggung-tanggung, mulai dari BPK, DPR, BPKB, Itjen, Irjenbang, Irjendep, Wasnal, Waskat, dan TPK, KPK . Tapi korupsi makin dan bertambah merajalela di Negara kita ini. lembaga-lembaga dan mekanisme pengawasan hanya sebagai lambing saja, Bahkan dari tahun ketahun  korupsi di Indonesia semakin bertambah, dan sekarang Indonesia memegang peringkat ke-5 negara terkorup didunia, dan peringkat pertama Negara terkorup di Asia.
5.       Anotomi korupsi di Indonesia ada di berbagai lini Negara ini. Dari yang kecil, dijalanan dan angkutan umum, sampai kepusat pusaran uang Negara, dah bahkan para penegak hukum.
·         Tergiur Pusaran Uang Negara. Anatomi korupsi pada pemasukan dan pengeluaran uang Negara. Seperti Deprtemen Keuangan, dan Depertemen Dalam Negeri untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Disini salah satu pintu masuk untuk mengeruk kekayaan di pemasukan Negara adalah pada aspek peraturan, jika ada hal yang tidak diatur oleh Undang-undang, maka dimunculkan dalam peraturan pemerintah, jika keduanya kosong, makadalam peraturan menteri, hal inilah yang menyebabbkan seolah-olah semua pihak boleh mengatur seenaknya sendiri.
·         Dispiratis yang Menjadi Alasan. Anatomi korupsi pada lokasi yang terdapat dispiratis antara penghasilan dengan peredaran uang. Lokasi semacam ini terdapat pada bidang pengeluaran perizinan yang memiliki omset peredaran uang yang besar seperti bidang pertambangan, energi, dan perizinan bahan peledak. Dan hal ini juga terjadi pada level pejabat pada jabatan publik seperti walikota, bupati, gubernur bahkan kepada level presiden sekalipun. Jika kita lihat penghasilan mereka antara gaji resminya terlihat ketimpangan yang sangat mencolok.
·         Ibarat kepala ikan busuk. Anatomi korupsi pada pemilihan pejabat publik. Pada saat kampanye, masyarakat menerima berbagai barang dari pejabat publik, seperti beras, baju, dan uang, suap-menyuap untuk memuluskan dirinya terpilih sebagai anggot pejbat, temasuk ktika mencalonkan diri dari partai yang akan mendukungnya. Itulah sebabnya pejabat publik menjadi bagian kerawanan korupsi.
·         Menggoroti aset Negara. Anatomi korupsi pada penggunaan asset Negara. Aset Negara termasuk barang yang rawan akan korupsi. Aset Negara antara lain adalah kekayaan alam (sumber daya alam), tanah Negara, fasilitas umum, gedung-gedung perkantoran dan lain sebagainya. Permasalahan pada setiap aset berbeda satu sama lain, contohnya pada kekayaan alam, potensi masalahnya mulai dari penunjukan pengusaha yang diberikan konsesi pengolaan sumber daya alam yang beraroma KKN.
6.       Pengacara, Polisi, Jaksa Hakim dan Panitera Pengadilan adalah manusia yang paling tahu tentang seluk beluk hukum Negara. Pengacra bertindak sebagai penasihat hokum, polisi melakukan penyidikan, kemudian jaksa sebagai penuntut hokum dan hakim yang akan menggadili dengan dibantu oleh panitera sebagai pencatat administrasi pengadilan.
Ada dua masalah besar yang selama ini sering terjadi di dunia penegakan hukum.
1.                    Perlakuan hukum yang berbeda. Contoh salah seorang dari anggotra kepolisian, jaksa atau hakim melakukan pelanggaran hukum, namun pimpinannya hanya memberikan hukuman cukup dengan memutasikannya ketempat lain tanpa memberi hukum sebagaimana yang berlaku. Tapi apabila msayarakat biasa yang melanggar hukum,  mereka divonis dengan hukuman yang melebihi perbuatannya, misalnya masyarakat terbukti mencuri mangga tetangga, lalu divonis dengan hukuman 5 tahun penjara, jika kita pikirkan pantas tidak hukuman yang diberikan dengan perbuatannya.

2.                    Mengatur hasil pemeriksaan/tuntutan oleh polisi/jaksa ataupun vonis pengadilan oleh hakim, disebabkan adanya maksud-maksud tertentu dibalik itu, sehingga menghasilkan putusan yang kontraversial.
Peristiwa tersebut bisebabkan adanya tekanan dari pihak tertentu dari atasannya ataupun dari luar, termasuk pengaruh terhadap suatu imbalan yang dijanjikan. Kasih Uang Habis Perkara (KUHP). Dan jika hal tersebut masih banyak dimainkan di Indonesia, kita rasa Korupsi akan semakin beranak pinak di Negara kita kita ini dan akan mendarah daging. Maka istilah “orang jujur susah hidup di Negara yang seperti ini” akan menjadi kenyataan.


B.                 Kritik dan Saran      
           
            Demikian yang dapat saya uraikan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam tugas makalah ini. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengatahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah saya ini, penulis banyak berharap kritik dan saran yang membangun kepada penulis, demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya, dan juga kepada saudara-saudara sekalian pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA

Noeh, Munawar Fuad. 1997. Islam Dan Gerakan Moral Anti Korupsi. Jakarta: Zikrul Hakim.

Hamzah, Andi.  2006. Pemberantasan Korupsi melalui hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta:Pt.Raja Grafindo Persada.

Djaja, Ermansyah. 2009. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika.

Rianto, Bibit s. 2009. Koruptor, Go TO Hell! Mengupas Anatomi Korupsi di Indonesia. Bandung:  Hikmah (PT Mizan Publika)

Akbar, Muhammad Ray. 2008. Mengapa Harus Korupsi?. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana

Harian Serambi Indonesia Edisi 16/12/11

Harian Prohaba Edisi 16/12/11 dan Edisi 18/12/11





                                                                                                                                                                             






[1] Islam Dan Gerakan Moral Anti Korupsi,  Hlm, 35
                [2] Kasus pengadaan alat kesehatan (Alkes) Dinas Kesahatan Aceh Tamiang
                terbukti adanya tindak pidana korupsi. (Harian serambi indoesia,(16/12/11)
[3]  Bibit S. Rianto (KOruptor Go To Hell), Hlm. 14
[4] Ibid, Hlm.19
   [5] Ibid, Hlm.22

[6] HR. Abu Daud, (mengapa harus korupsi?),hlm,19
[7] Dalam konteks hukum islam, pelaku korupsi dapat disebut sebagai penghianat,   penipu, dan penyuap, dan karena itu diharamkan koruptor untuk masuk syurga. (islam dan Gerakan Moral Anti korupi),hlm,91
[8]Ibid ,hlm,135
[9] Ibid ,105
[10] Negara Terkorup didunia (Harian Prohaba.18/12/2011)
[11] Mengapa harus korupsi (Mengapa Harus Korupsi?)
[12] Jusuf Kalla ( koruptor go to hell) hlm, 75
[13] Ibid, 77
[14] Ibid, 79
[15] Menurut Dr. Muhammad Ray Akbar (Mengapa harus korupsi?). Hlm, 115.