1. Turut serta melakukan jarimah ialah melakukan jarimah secara
bersama-sama. Baik melalui kesepakatan atau kebetulan, menghasut, menyuruh
orang lain, memberi bantuan atau keluasan dengan berbagai bentuk agar perbuatan
jarimah dapat dilakukan.
2. Dalam hal turut berbuat jarimah, Ahmad Hanafi dalam bukunya
menjelaskan bahwa kerja sama dalam berbuat jarimah dapat berbentuk dalam empat
hal:
a. Pembuat melakukan jarimah bersama-sama
orang lain (memberikan bagiannya dalam melaksanakan jarimah). Artinya secara
kebetulan melakukan bersama-sama.
b. Pembuat mengadakan persepakatan dengan
orang lain untuk melaksanakan jarimah.
c. Pembuat menghasut (menyuruh) orang lain
untuk memperbuat jarimah.
d. Memberi bantuan atau kesepakatan untuk
dilakukannya jarimah dengan berbagai cara, tanpa turut berbuat.
3. Turut serta melakukan jarimah, oleh para fuqaha digolongkan
kepada dua pembagian. Yaitu: pertama, orang yang turut berbuat secara langsung
dalam melakukan jarimah, disebut dengan “syarik
mubasyir”, dan perbuatannya disebut dengan “isytirak mubasyir”. Kedua,
orang yang turut berbuat secara tidak
langsung dalam melaksanakan jarimah, di sebut dengan “syarik mutasabbib”, dan perbuatannya
disebut dengan “isytirak ghairul mubasyir”
atau “isytirak bit tasabbubi”.
4. Perbedaan keduanya adalah, jika orang
pertama menjadi kawan nyata dalam pelaksanaan jarimah, sedangkan orang kedua menjadi sebab adanya jarimah, baik karena janji-janji atau
menyuruh (menghasut) atau memberikan bantuan, tetapi tidak ikut serta secara
nyata, dalam melaksanakannya. Dalam kehidupan modern seringkali disebut dengan actor intellectulal, yaitu sebagai
dalang dan otak suatu kejahatan, sebagian fuqaha berpendapat bahwa hukuman
terhadap pelaku semacam ini sama dengan pelaku turut serta melaksanakanjarimah yang dilakukan secara langsung.
5. Turut berbuat secara langsung atau yang
dikenal dengan “isytirak mubasyir”,
digolongkan kepada dua pembagian, yaitu:
a. Turut berbuat langsung secara tawafuq, artinya si pelaku jarimah
membuat secara kebetulan. Ia melakukannya tanpa kesepakatan dengan orang lain
dan juga tanpa dorongan orang lain melainkan atas kehendak pribadinya atau
refleksi atas suatu kejadian dihadapannya. Jadi, setiap pelaku dalam jarimah yang
turut serta dalam bentuk tawafuq ini tidak saling mengenal antara satu dan yang
lainnya dan mereka tidak melakukan kesepakatan untuk merrencanakan secara
kolektif.
b. Turut berbuat langsung secara tamalu. Dalam hal ini, para pelaku
sama-sama menginginkan tejadinya suatu jrarimah dan bersepakat untuk
melaksanakannya. Namun dalam pelaksanaan jarimah,
masing-masing peserta melakukan fungsinya sendiri sehingga jarimah dapat
terjadi.
6. Turut berbuat tidak langsung adalah
setiap orang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk melakukan suatu
perbuatan yang dapat dihukum (jarimah), atau menyuruh (menghasut) orang lain
untuk memberikan bantuan dalam perbuatan tersebut dengan disertai kesengajaan
dalam persepakatan dan menyuruh serta memberikan bantuan. Unsure-unsur yang
terkandung dalam turut serta berbuat jarimah secara tidak langsung ialah:
a. Perbuatan yang dapat dihukum (jarimah).
b. Niat dari orang yang berbuat.
c. Cara mewujudkan perbuatan jarimah.
7. Hukuman bagi para pelaku jarimah secara
langsung yang dilakukan melalui tawafuq,
para ulama sepakat bahwa setiap orang yang terlibat harus mendapatkan hukuman. Begitu
juga pada persoalan turut berbuat langsung
melalui tamalu, para fuqaha sepakat
bahwa setiap pelaku mendapatkan sanksi hukum.
8. Sedangkan pada pelaku jarimah secara
tidak langsung, para ahli fuqaha berpendapat bahwa mereka dikenakan hukuman ta’zir, karena hukuman untuk jarimah
turut berbuat tidak langsung tidak ditentukan oleh syara’. Akan tetapi menurut
Imam Malik, pelaku jarimah secara tidak langsung (actor intellectual) tetap dihukum dengan qishash apabila kejahatan
yang ia lakukan berupa pembunuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar